Perang Saudara Hingga Runtuhnya Kesultanan Banten

Arah.co.id - Adanya Kesultnan Banten yang merupakan kerajaan Islam yang berdiri di tanah Sunda pada masa sebelum Indonesia merdeka menyisakan banyak cerita, mulai dari adanya peperangan saudara akibat adu-domba Belanda hingga runtuhnya kerjaan itu oleh pasukan penjajah.
Dengan rasa penasaran untuk mengungkap runtuhnya kerajaan dan hubungan antara Kesultanan Banten dengan Belanda pada masa itu, Tim Arah.co.id akhirnya melalukan liputan khusus (Lipsus) ke Museum kesultanan Banten yang terletak di Kecamatan Kasemen, Kota Serang Banten yang dipandu oleh Mulangkara seorang pemandu yang ditugaskan oleh Fazar kepala museum.
Ternyata, runtuhnya kerajaan Islam yang ada di Banten itu mempunyai sejarah yang kental dengan (VOC) Vereenigde Oostindische Compagnie yang merupakan perusahaan Hindia Timur Belanda.
Kesultanan Banten berdiri pada abad 16, awalnya kerajaan Demak menyerang kerjaan Sunda yaitu Padjajaran dan berhasil meruntuhkan kerjaan yang ada di Banten, kemudian Banten Girang yang waktu itu dikuasai Prabu Pucuk Umun dapat dikuasai oleh Sunan Gunung Jati sekitar 1524-1525.
Satu tahun berikutnya 8 Oktober 1526 (1 Muharam 1933 Hijriah) Pusat pemeirtahan dari Banten Girang dipindahkan ke Banten Lama, dan kemudian didirikan pemerintahan Islam yang bernama kesultanan Banten.
“Sultan pertama sultan Maulana Hasanudin putra dari Sunan Gunung Jati hasil perkawinan dengan putri banten yang bernama kaunganten,” kata Fazar saat berbincang dengan tim Arah.co.id
Pada saat itu, Banten secara garis politik dan keluarga masih dibawah kekuasan kerajaan Demak yang dikuasai oleh pangeran Trenggono. “Jadi banten Secara kekeluargaan ada kaitan dengan Demak, karena sultan Hasanudin menikah dengan putri sultan Demak yang bernama ratu Ayu Kirana,“ ujarnya.
Pada tahun 1568 telah terjadi kekisruhan perebutan kekuasan di kerjaan Demak antara pangeran Sakara dengan Pangeran Tranggana putra dari Raden Fatah dan kerjaan di ambil alih oleh memantau sultan Tranggana yang bernama Mas Karebet (Jokotingkir) Karen dianggap berjasa karena berhasil membunuh penangsang.
Diceritakan Mulangkara Pada saat itu juga Banten mempunyai kesempatan melepaskan diri dari kerjaan Demak pada tahan 1568 yang masih di pimpin oleh sultan Hasanudin. Setelah dua memisahkan diri dari Demak Sunan Hasanudin egat dan digantikan oleh putranya sultan Maulana Yusuf, ia menjabat selama 10 tahun dari tahun 1570-1580 Kemudian wafat digantikan oleh anaknya yang umurnya masih 9 tahun sultan Maulana Muhamad Nasrudin atau pangeran ratu ingBanten
“Pada masa Maulana Muhamad itu Ada beberpaa pristiwa yang menonjol pertama mengeluarkan Mata uang yang di sebut dengan real, bahanya dari timah Ditengah ada lubang segi 6,” kata Mulangkara.
Pada masa kepemimpinan Maulana Muhamad juga Kedatangan armada Belanda pertama pada tahun 1596, dan juga pada tahun yang sama Banten melakukan serangan ke Palembang dengan tujuan memperluas kekuasaan. “Pada masa Usia menginjak 25 tahun atas gagasan pangeran mas untuk mengiasi Palembang,” ungkapnya.
Serangan ke Palembang yang pertama gagal dan Banten melakukan serangan yang kedua, pada saat itu sultan Muhamad ikut dan gugur dalam pertempuran, ia meninggalkan putra mahkota kerajaan yanb masih berumur 5 bulan yang bermama Sultan Abdul Munfakir Muhamad Abdul Kadir Kenari.
Setelah sultan Muhamad wafat, Pemerintahan kesultanan Banten menjdi melemah karena harus dipimpin oleh anaknya yang masih bayi, sehingga keturunan Maulana Yusuf yang bernama Pangeran Jepara datang ke Banten untuk mengisi kekosongan Jabatan sampai putra mahkota dewasa.
Pada saat itu terjadilah perselisihan karena tidak disetujui oleh para pangeran. “Setelah mendengar adanya kekosongan jabatan di banten, suatu hal yang wajar sebagai keluarga,” ujarnya.
Perang angkat senjata dari kedua pihak yaitu Antara Banten dan Jepara tidak bisa dihindari prajurit yang menjadi korban dari Keduanyapun sangat banyak, akhirnya Pangeran Jepara gagal untuk mengisi jabatan di Banten. sehingga banten diserahkan kepada Mangkubumi yang bernama Jaya Negara yang mempunyai sifat samgat bijak, pada masa itu pula Banten semakin maju.
Sayangnya seorang sepuh itu tidak lama wafat dan digantikan oleh adiknya yang bernama Ratuwanagiri, namun sifatnya berbeda jauh dengan kakaknya yang bijaksana itu, Ratuwanagiri mempunyai sifat yang sangat buruk, ia mementingkan dirinya sendiri dan berselingkuh dengan pihak asing.
“Jadi sifatnya ini culas banyak merugikan negara dan rakyat mementingkan diri sendiri dan bekerjasa dengan pihak asing, ia Dipecat dari jabatanya setelah rapat besar di kerajaan banten itu dan kemudian si Ratuwanagiri ini Menikah dengan bangsawan dari Melayu, sehingga si ayah tiri Abdulmafakir ini diangkat menjadi sultan sementara di Banten (Mangkubumi) Namun tidak baik Prilakunya Sehingga para pangeran ini tidak puas dengan kepemimpinan orang luar keraton yang menikahi Ratu Wonogiri,” ungkapnya.
Pada saat itu juga terjadilah kekisruhan yang di pimpin oleh pangeran Kulon anak Maulana Yusuf yang di dukung Ariana Menggala, pangeran Dikara, pangeran Yuda Negara dan pangeran Mandalika.
Pada suatu malam atas perundingan para pangeran, Mangkubumi itu dibunuh oleh pangeran Yuda Negara, setelah terbunuh akhirnya terjadi ketengangan yang kuar. Jasa di Keraton, lalu Ariana Manggala diangkat menjadi Mangkubumi yang tugasnya menangkap para pemberontak termasuk yang membunuh Mangkubumi.
“Sebetulnya komplotan dia yang membunuh itu tapi dia ditugaskan untuk menangkap orang-orang komplotan, inilah politik, karena mengembankan tugas dari negara akhirnya Teman-temanya di tangkap, Yuda negara paling takut karena yang mengeksekusi Mangkubumi waktu itu,” ungkpanya.
Pada saat itu juga pangeran Kulon di gadang-gadang akan diangkat menjadi sultan berikutnya, Akhirnya meruncing para pangeran yang Tidak terima dengan pimpinan yang baru ini, mereka berkumpul mempersenjatai diri, mencari dana Disitulah terjadinya perang pailir Pada saat sultan Abdulmafakir itu.
Waktu itu para pangeran mengkristal lagi berkelompok kembali walau Aria Manggala sudah tidak masuk kelompok itu karena sudah ditunjuk pejabat negara, mereka membuat kubu pertahanan di tepi pantai, mengadakan serangan bertubi-tubi ke keraton dan Keraton hampir dikuasai oleh pasukan pemberontak itu namun berkat bantuan dari pangeran Jayakarta yang datang ke Banten dengan pasukan Inggris, Akhirnya para pemberontak itu terdesak dan kembali ke kubunya.
“Yang tertangkap di lucuti senjatanya tidak dibunuh karena masih kerabat juga, Untuk menjebak para pemberontak yang ada di kubu pertahannaya, Senjata dihanyutkan melalui sungai menuju ke laut Dan terlihat oleh mereka karna Adanya ditepi sungai, Disitulah mereka ngedon dan menyerahkan diri, akhirnya para pemberontak Dibuang ke Batavia,” ungkpanya.
Setelah para pemberontak itu dihilangkan dari bumi Banten, kesultanan Banten menjadi kondusif dengan dikuasai oleh Mangkubumi Ariana Manggala yang sangat gagah berani dan tegas.
Pada masa itu, ada dua tokoh Banten yang sangat dibenci oleh Belanda yaitu Sultan Ageng Tirtayasa dan Ariana Manggala, karena keduanya membangkang kepada pihak Belanda. Ariana Manggala selalu tidak mentaati perjanjian dengan Belanda dan ia dianggap licik oleh VOC. “Ariana Manggala tau Belanda tujunya apa, berbuat licik Kepada orang licik itu boleh,” ujarnya.
Tidak lama kemudian, licik ya Ariana Manggala ini diketahui oleh Belanda, akhirnya pihak Belanda yang ada di Banten mengirim surat Amsterdam miminya izin untuk bertempur dengan pasukan Banten.
“Isi suryanya itu apakah banten yang hancur atau Belanda yang lenyap, mereka udah geram karena perjanjian yang tidak ditepati dan Hadiah yang sudah diberikan diambil oleh Belanda namun ditolak Karena itu dianggap pemberian bahkan sempat kontak senjata dengan Belanda sekitar tahun 1640,” ungkapnya.
“Pada saat itu, Belanda mutlak menguasai Banten, setelah itu sultan Ageng Tirtayasa memerintah, sultan ini juga salah satu pejabat banten yang dibenci Belanda, karena beliau tegas beda dengan Aria Manggala pakai trik, Belanda itu jahat menutup huhungan dengan Belanda, malah dengan Inggris dan Prancis,” sambungnya.
Sekitar tahun 1652 mengangkat putra mahkota sebagai Mangkubumi patih (wakil Sultan yang menangani dalam negri) karena Sultan sudah sepuh dan membuat Keraton lagi di pantang namanya Tirtayasa.
Pada saat anaknya yang bernama sultan Haji menjadi Mangkubumi, ternyata ia berselingkuh dengan Belanda dan memiliki huhungan mesra namun karena diketahui oleh sultan Ageng Tirtayasa yang merupakan ayahnya. Akhirnya ada ketegangan antara ayah dengan anak karena berbeda arah politik
“Sultan haji lebih ke Belanda dan Sultan Ageng lebih ke Prancis dan Inggris diplomasinya, melihat kondisi seperti itu seorang ayah tidak akan mendiamkan karena ini sudah mengancam akhirnya sultan mengutus nyai Emban Rangkun orang tua yang bijak dan mengasuh sultan haji sejak kecil, karna sudah diperingatkan ayahnya tapi tidak digubris tenyata tidak di gubris juga,” ujarnya.
“Apalagi sebelum prostiwa perang saudara itu sultan Abdul kohar yang mejadi Mangkubumi di banten adiknya pangeran purbaya nah ini juga yang membuat sultan haji geram, Belanda sudah pasang perangkap begitu sultan haji ini mau pulang ke banten semetara purbaya ini banyak disenangi terutama pejabat dan rakyat karena layak, Disitulah terjadi ketegangan dan si sultan haji ini merasa tidak punya kawan di Keraton ini, dan menjadi kawan Belanda itu karena dianggap mendukung,” ungkapnya.
Sultan haji mempunyai kerjasama dengan Belanda dengan catatan jika ia diserang Belanda harus membantunya, karena kondisi sudah memanas antara anak dengan ayah, sultan Ageng Tirtayasa melalukan penyerangan ke Keraton dengan dua tujuan memberantas penghianat dan anak durhaka pada tahun 1682.
Pasukan sultan Ageng sudah mengusai Keraton dan para pejabat terbelah menjadi dua ada yang pro sultan haji dan sultan Ageng, perang itu hampir dimenangkan oleh sultan Ageng, namun berkat bantuan pasukan Belanda yang baru pulang dari Makassar akhirnya terdesak Sultan Ageng Tirtayasa samapi kembali ke kubunya. “Itu yang di sebut perang 17 bulan itu sampai grilia,” ujarnya.
Pada saat pemertangan itu, keraton yang dibuat oleh sultan Ageng Tirtayasa juga dihancurkan oleh pasukannya yang menyerang keraton. “Sultan bersembunyi dan tertangkap di Jajira, Lebak. dengan menyatakan sultan haji ini berobat dan sultan Ageng sudah sepuh pasukan tinggal sedikit tidak ada jalan lain selain menyerah pada anaknya,” ungkpanya.
Pada suatu malam sekitar jam 01.00, sultan Ageng Tirtayasa pulang ke keraton, ternyata saat itu di keraton pasukan Belanda sudah menyusun rencana lain dan sultan di tanggap dan di penjara di Batavia pada tahun 1683 dan wafat 1692.
Sultan Haji memenritah pada tahun 1683 membangun kembali Keraton yang sudah luluh lantak dengan tanah selama 2 tahun, pekerjaanya dipercayakan kepada arsitek Belanda yang bernama Hendrik Lukas kardil yang diberi gelar pangeran Wiraguna.
Awalnya sultan Haji menganggap arsitek Belanda itu diusir dari Batavia ternyata itu bagian dari strategi Belanda untuk menyusup ke Banten dari Batavia.
Pada tahun 1685 Belanda meminta izin kepada sultan Haji untuk membuat benteng spelweak dan ditolak oleh Sultah Haji namun Belanda memaksakan diri, sebagai sultan ia merasa direndahkan oleh Belanda yang awalnya menjadi pendukungnya, karena melamun sultan Haji sakit parah hingga dua tahun dan wafat 1687 digantikan adiknya sultan Abdul Fadol dan menjabat tidak lama hanya 1 tahun. “Belanda memberikan bantuan ke sultan haji ini tidak tulus ada niatan menguasai karena perdagangan di Banten sangat luarbiasa,” ujarnya.
Setelah itu, Banten enggak kondusif eksistensinya sudah menurun Wilayah Banten sudah berkurang hanya tersisa sampai sekarang saat ini, Batavia sudah dikuasai Belanda, pada 1809-1811 yang berkuasa di Batavia Dendles membuat proyek Anyer Panarukan. “Belanda meminta kepada sultan untuk mempekerjakan rakyatanya per hari 1000 orang namanya kerja rodi,” ujarnya.
Sultan Abdul Fadol akhirnya marah karena kerja rodi tidak manusiawi banyak korban dan sakit, sebagai sultan mengutus Wargadirja untuk membubarkan kerja rodi dan akhirnya berhasil.
kemudian Belanda geram, dendles mengirim surat ke banten isinya tiga ultimatum pertama sultan diperintahkan untuk meninggalkan Keraton dan dipindahkan ke Anyer, Surosowan akan dibuat pusat Pemerintahan Belanda, kedua sultan diperintahkan untuk mengembalikan kerja rodi, ketiga diperintahkan menangkap patih Wargadirja yang dianggap sebagai pengacau, namun untimatum itu tidak di gubris oleh sultan.
Lalu Dendles mengirim utusan 14 pasukan, akhirnya Wargadirja terpancing dan di bantai pasukan itu, dendles sangat murka lalu menyebar pasukan sekitar 1 km dari Keraton yang terkenal dengan serangan 21 November 1809 yang meluluhlantahkan isi Keraton dan sultan dibuang ke Ambon dan Wargadirja di bunuh dan dibuang ke sungai.
Untuk meredam perlawanan rakyat banten, Belanda membuat sultan agar seolah-olah tidak ada kekuasaanya namanya sultan Suramanggala, sultan 15 jaenus Solihin, karena Surosowan hancur sultan ditempatkan di Kaibon sampai 1813, kemudian pada tahun itu kesultanan banten resmi di hapus oleh Belanda dan masuk dalam kekuasaan Batavia.
Kaibon pada tahun 1813 masih di huni, Belanda akhirnya memecah kekuasaan banten dibagi 3 bagian dengan istilah kadipaten, banten lor, dan Kidul, Akhirnya kaibon ini, dikuasai Adipati Aria Adi Santika 1828.
Pada tahun 1832 kaibon hancur, sultan sapiudin di awasi Karena banyak perampokan di laut, Belanda mencurigai sapiudin jadi dalangnya dan dibuang ke Surabaya.
“Tahun 1809 hancur keraton Surosowan, jadi kota mati, pada tahun 1832 Balanda buat pusat kota di serang, hidupnya wilayah Keraton Surosowan yang sudah luluh lantak dengan tanah akibat serangan Belanda setelah NKRI 1945, yang jadi residen pertama KH. TB A Khotib, lalu tempat bersejarah itu dilakukan Pemugaran secara menyeluruh tahun 1976 oleh Pemeritah NKRI,” ungkapnya. (Tim)